Seperti garis lurus..
Pensil tua ku tak henti-henti nya menciptakan goresan-goresan indah di atas kertas putih yg telah kosong untuk sekian lama. Garis-garis halus yg selalu di gores secara lembut dan penuh arti. Iyaaa, sama seperti kamu yg selalu melintas di mana saja. Melintas secara perlahan dan mengusik fikiran ku. Seakan ada sebuah magnet yg selalu. Menarik mata ku untuk selalu melihat bayangan yg sama setiap harinya. Tapi kenyataannya apa? Hanya bayangan saja kah? Yg aku takut kan, jangan-jangan kamu itu hanya ilusi ku saja. Sebuah karya otak yg beresinergi dengan hati dan menghasilkan sebuah karya fiksi, yaitu kamu..
Semakin banyaj goresan yg terlampir di kertas semakin bisa aku memahaminya. Tapi tetapsaja garis inintidak tegas. Tidak jelas. Tidak tahu dimana akhirnya. Apakah kumpulan garis-garis ini akan membentuk sebuah akhir cerita yg indah. Tak ada yg tahu bahkan aku sang penulis dan kamu sebagai sumber inspirasiku. Saat ini pensil ku hanya menulis semua yg terlihat oleh mata ku. Berkerja sama dengan hati dan menyaring mana yg pantas untuk ku tulis mana yg pantas aku hapus. Sepertinya aku tak peduli apa yg kitulis ini nyata atau hanya karya ilusi ku saja.
Yg jelas apa yg aku tulis ini adalah dunia ku yg mereka tak tau. Kertas kertas putih itu juga tak tahu apa makna nya. Bahkan sepertinya aku sendiri juga belum bisa mengartika apa yg ku tulis. Kamu yg masih anatara nyata dan ilusi pun masih belum bisa kupastikan. Jadi kedua tangan mungil ku hanya akan melanjutkan tugas nya untuk menuangkan mu dalam bentuk lain yg bisa kubaca dan ku kenang. Alasan utama nya adalah jika nanti kamu adalah benar-benar ilusiku maka aku akan tetap bisa menikmati mu melalui tulisan-tulisan ilusiku. Bahkan sepertinya aku akan lebih mudah untuk mencri objek baru untuk kulukis. Tak masalah kan? Dan jika diri mu itu nyata, maka aku akan menjadikan semua tulisan dan lukisan ku tentang mu menjadi kado terindah dan termanis yg telah kau terima. Cukup puitis kah aku? Yaaa ini lah aku. Seseorang yg hanya mampu menulis mu dalam ingatan ku, memperhatikan mu dalam diam, dan menyertakan nama mu dalam barisan doa ku setiap malamnya. Tanpa berani mengucap nya secara langsung. Banyak alasan yg membuat ku melakukan hal ini. Saat hati dan fikiran tak sejalan, saat perasaan dan logika tak bisa bertemu maka aku lebih memilih diam. Diam bukan berarti bisu. Aku hanya menunggu waktu yg tepat. Sama seperti garis lurus yg akan berhenti ketika dia menemukan titik ujung nya. Dan saat itu semoga adalah saat terindah yg tak terlupakan...
Komentar
Posting Komentar